Kamis, 31 Juli 2014

Bangsa Quraisy

الحاكم والبيهقي عن أم هانئ: أن النبي صلي الله عليه وسلم قال: (فضل الله قريشاً بسبع خصال، لم يعطها أحداً قبلهم، ولا يعطيها أحداً بعدهم، فضل الله قريشاً بأني منهم، وأن النبوة فيهم، وأن الحجابة فيهم، والسقاية فيهم، ونصرهم الله على أصحاب الفيل، وعبدوا الله عشر سنين لا يعبده غيرهم، وأنزل فيهم سورة من القرآن، لم يذكر فيها أحداً غيرهم، لإيلاف قريش).

Tujuh kemulyaan yg Allah anugerahkan kepada Kaum Qureisy

1. Pemangku Urusan Beitullah dari zaman ke zaman
2. Adanya Urusan Siqoyah dan Pelayanan Hajj ditangan Mereka
3. Di Era kegelapan dan tak satupun Bangsa yg beribadah kepada Allah kecuali Komunitas Qureisy
4. Adanya Utusan Allah sebagai Nabi terakhir dari Mereka
5. Penutup Nubuwwah dan Sinar Risalah memancar melalui Mereka
6. Pembelaan Allah atas Mereka dari serangan Tentara Ber Gajah
7. Diturunkanya Surah dalam Al Qur'an atasa nama Mereka.                        @taufik rahmanO:)

TIGA RAHASIA KEMATIAN

Berikut ini ada TIGA rahasia kematian yang mungkin jarang kita sadari :

1. Rahasia WAKTU : Kita tak akan pernah tau Kapan kematian akan menjemput kita..

2. Rahasia TEMPAT : Kita tak akan pernah tau Di mana kematian akan menjemput kita..

3. Rahasia CARA : Kita tak akan pernah tau dengan Cara apa kematian menjemput kita..

ALLAH Subhanahu Wata'ala merahasiakanya agar kita selalu siap setiap saat.. Kematian adalah sesuatu yang pasti terjadi,Oleh karena itu.. Jangan menunda amal ibadah..!! Jangan menunda nunda tobat..!! Jangan menunda perbaikan diri..!! Jangan main-main dengan maksiat..!! Jangan sia-siakan mereka orang yang kita CINTAI..

Semoga diakhir hayat kita HUSNUL KHOTIMAH.. Mati dalam keadaan suci dari DOSA..                                                @taufik rahmanO:)

35 Adab kepada Orang tua

Pepatah mengatakan :
هما كنز فوق الأرض يُوشك أن يدفن تحت الأرض.
Terdapat harta yg paling berharga di atas bumi yang hampir saja terpendam didalam bumi...harta itu adalah kedua orang tua kita. Muliakanlah keduanya sebelum kau kehilangannya....

Alvers, mari kita periksa diri sendiri dari 35 perkara berikut manakah yg kalian langgar?
cekidot :
١) إغلاق الجوال في حضرتهم.
matikanlah hp dikala bersama ortu
٢) الإنصات لحديثهم.
Diam dan mendengarkan bicaranya
٣) تقبل رأيهم .
menerima pendapatnya
٤) التفاعل مع حديثهم .
berinteraksi dg pembicaraannya
٥) النظر إليهم مباشرة بتذلل.
Melihatnya dg penuh hormat
٦) المدح والإشادة الدائمة لهم.
selalu Memuji dan mnnyanjungnya
٧) مشاركتهم الأخبار المفرحة.
Mengikutsertakan mereka dlm Kabar gembira
٨) عدم نقل الأخبار السلبية لهم.
tdk mnnyampaikan kabar negatif kpd mereka
٩) الثناء على أصدقائهم ومن يحبون.
Pujilah teman dan pecintanya
١٠) التذكير الدائم بإنجازاتهم .
menyebut kebaikan yg telah mereka berikan
١١)الإيحاء بالتفاعل مع الحديث حتى لو تكرر منهم.
tetaplah memberi respon dan interaksi trhadap perkataan mereka meskipun berulang2 perkataannya
١٢) عدم ذكر المواقف المؤلمة من الماضي .
tdk mengungkit2 masa lalu yg kelam
١٣)تجنب الأحاديث الجانبية.
Jauhilah perkataan yg menyimpang atau berseberangan
١٤) الجلوس باحترام معهم.
Duduk dg posisi memulyakan mereka
١٥) عدم التقليل والانتقاص من أفكارهم.
Tdk menganggap kecil dan kurang pemikiran mereka.
١٦) عدم مقاطعتهم وتركهم يسترسلون في حديثهم .
Tdk memotong pembicaraan dan meninggalkan pembicaraan mereka
١٧) إحترام سنهم وعدم إزعاجهم بالأحفاد.
memuliakannya meskipun telah berusia lanjut dan tidak merepotkan mereka dg anak2 kita (cucunya)
١٨) عدم معاقبة الأحفاد أمامهم .
tdk memberi hukuman anak cucu didepan mereka
١٩) تقبل كافة النصائح والتوجيهات منهم.
Menerima semua nasehat dan pengarahannya.
٢٠) السيادة لهم في حضورهم .
menyambut kedatangan mereka layaknya menyambut pejabat atau pimpinan
٢١) عدم رفع الصوت عليهم .
Tdk mengeraskan suara
٢٢) عدم المشي قبلهم أو أمامهم .
tdk berjalan mendahului
٢٣) عدم الأكل قبلهم .
Tdk mendahului makan
٢٤) عدم تحديق البصر بهم .
tdk menatap mereka dg tajam
٢٥) الافتخار بهم وإن لم يكونوا أهلًا لذلك .
Membanggakan mereka meskipun sebenarnya kondisi tdk demikian
٢٦) عدم مد الرجل أمامهم أو إعطاءهم الظهر .
Tdk meluruskan kaki didepan mereka (selonjor) atau membelakangi mereka.
٢٧) عدم التسبب بشتمهم .
Tdk berbuat sesuatu yg menjadikan org lain mengumpat orang tua kita.
٢٨) الدعاء لهم في كل حين .
Mendoakan mereka setiap saat
٢٩) عدم إظهار التعب والتضجر أمامهم .
tdk menampakkan kelelahan dihadapan mereka
٣٠) عدم الضحك على صدور خطأ منهم .
Tdk menertawakan kesalahan mereka
٣١) خدمتهم قبل أن يطلبوا ذلك .
melayani tanpa harus diminta
٣٢) الدوام على زيارتهم وعدم الغضب منهم .
terus mengunjungi mereka dan tdk marah2 sebab perbuatan mereka
٣٣) انتقاء الألفاظ الحسنة في الحوار معهم .
memilih perkataan yg baik2 saja saat bercengkrama
٣٤) منادتهم بأحب الأسماء إليهم .
memanggil mereka dg panggilan yg paling disenangi
٣٥) تقديمهم على كل شيء وعلى كل الناس .
menomorsatukan mereka dari apapun dan siapapun

Bagaimana? Yuk sharing pengalaman anda...siapa tau menjadi motivasi utk teman yg lain.

Rabu, 30 Juli 2014

TERAMPUNINYA DOSA DIHARI RAYA


قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَقَامَهُ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (متفق عليه)
Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa berpuasa ramadhan dan mendirikannya seraya iman dan mengharap (ridha Allah), maka diampuni dosa-dosanya yang telah lewat” (muttafaq alayh)
سنن النسائي الكبرى - (ج 2 / ص 88) في حديث قتيبة وما تأخر
Dalam haditsnya Qutaibah : dan dosa yang akan datang”. (HR. An-Nasa'i)
Mayoritas ulama’ menjelaskan bahwa dos-dosa yang diampuni sebagaimana yang dijanjikan hanyalah dosa-dosa kecil yang berkaitan dengan hak Allah.
Imam an-Nawawi berkata sesungguhnya yang dimaksud peleburan dosa dalam kaitan puasa ini ialah jika dia memiliki dosa-dosa kecil maka diampuni, jika melakukan dosa besar maka diringankan, dan jika tidak memiliki dosa, niscaya dia terangkat derajatnya kesurga..
Para Ulama’ memaparkan, ketentuan semacam ini didasarkan karena dosa besar hanya bisa diampuni dengan taubat. Imam al-Qodli Iyadl berkata ini adalah pendapat Ahlus Sunnah.
Adapun yang dimaksud dengan terampuninya dosa-dosa yang akan datang sebagaimana redaksi hadits yang diriwayatkan imam an-Nasa’i diatas, ialah akan terjaga dari dosa-dosa besar, sehingga dia tidak akan terjerembab dalam lingkaran dosa besar selama hidupnya setelah itu.
JADI..jika ia sudah taubat dan berpuasa dg sifat diatas maka semua dosanya  kepada Allah telah diampuni...TINGGAL dosa kepada sesama manusia (hak adami). Maka dihari yg fitri ini sekali lagi saya fathul bari, admin alvers mohon maaf lahir bathin...

Tips Aman Mudik Lebaran versi Cak Lontong

1. Sebelum mudik, periksa kembali
apakah rumah anda sdh dalam
keadaan terkunci dan pastikan anda
sdh tidak berada di dalamnya.

2. Pasanglah alat pengamanan
tambahan pd rumah anda seperti:
police line/garis polisi, papan
pengumuman bertuliskan “Rumah
ini Dalam Pengawasan KPK”, atau
setting eksterior rumah anda spt
rumah angker.

3. Jika Mudik menggunakan
Pesawat Terbang atau Kapal Laut,
usahakan jangan naik apalagi turun
ditengah perjalanan.

4. Jika Mudik menggunakan Bus,
pastikan wujudnya Panjang,
Rodanya Besar & Banyak
Jendelanya, Jika tdk, bisa jadi itu
cuma Odong2

5. Waspada terhadap orang asing
yg Berbaik hati menawarkan
Minuman-Makanan. Demi
keamanan usahakan minta
“Mentahnya” saja.

6. Mengantisipasi sesaknya
penumpang, hindari membawa
barang yg tidak perlu seperti: Meja
Makan, Tangga, Kulkas, mesin cuci,
Gen set, Kasur, Sofa apalagi piano
7. Bawa bajunya jangan banyak2
karena ini mudik, bukan minggat.

8. Tips Mudik Terakhir yg PALING
PENTING adalah Pastikan anda
punya Kampung Halaman.

KEIKHLASAN CINTA KASIH ORANGTUA

Alvers, jangan lupa dihari yg fitri ini utk berbagi kegembiraan bersama bapak / ibu. Buatlah mereka bangga telah membesarkan kita. Ketahuilah apapun yg telah kita berikan tdklah sebanding dg jasa mereka trhadap kita.

Alkisah, terdapat sebatang pohon apel yang amat besar. Seorang anak-anak lelaki begitu gemar bermain-main di sekitar pohon apel ini setiap hari. Dia memanjat pohon tersebut, memetik serta memakan apel sepuas hatinya, dan adakalanya dia beristirahat lalu terlelap di perdu pohon apel tadi. Anak lelaki tersebut begitu menyayangi tempat permainannya. Pohon apel itu juga menyukai anak tersebut.

Masa berlalu... anak lelaki itu sudah besar dan menjadi seorang remaja. Dia tidak lagi menghabiskan masanya setiap hari bermain di sekitar pohon apel tersebut. Namun begitu, suatu hari dia datang kepada pohon apel tersebut dengan wajah yang sedih. "Marilah bermain-mainlah di sekitarku," ajak pohon apel itu." Aku bukan lagi kanak-kanak, aku tidak lagi gemar bermain dengan engkau," jawab remaja itu." Aku perlu uang untuk membeli sebuah permainan," tambah remaja itu dengan nada yang sedih.Lalu pohon apel itu berkata, "Kalau begitu, petiklah apel-apel yang ada padaku. Juallah untuk mendapatkan uang. Dengan itu, kau dapat membeli permainan yang kau inginkan."
Remaja itu dengan gembiranya memetik semua apel dipohon itu dan pergi dari situ. Dia tidak kembali lagi selepas itu. Pohon apel itu merasa sedih.

Masa berlalu...Suatu hari, remaja itu kembali. Dia semakin dewasa. Pohon apel itu merasa gembira."Marilah bermain-mainlah di sekitarku," ajak pohon apel itu."Aku tak ada waktu untuk bermain. Aku terpaksa bekerja untuk mendapatkan uang. Aku ingin membnngun rumah sebagai tempat perlindungan untuk keluargaku. Maukah kau menolongku?" Tanya anak itu."Maafkan aku. Aku tidak mempunyai rumah. Tetapi kau boleh memotong dahan-dahanku yang besar ini dan kau buatlah rumah daripadanya." Lalu, remaja yang semakin dewasa itu memotong kesemua dahan pohon apel itu dan pergi dengan gembiranya. Pohon apel itu pun turut gembira tetapi kemudian ia merasa sedih karena remaja itu tidak kembali lagi selepas itu.

Suatu hari yang panas, seorang lelaki datang menemui pohon apel itu. Dia sebenarnya adalah anak lelaki yang pernah bermain-main dengan pohon apel itu. Dia telah matang dan dewasa."Marilah bermain-mainlah di sekitarku," ajak pohon apel itu." Maafkan aku, tetapi aku bukan lagi anak lelaki yang suka bermain-main di sekitarmu. Aku sudah dewasa. Aku mempunyai cita-cita untuk belayar. Malangnya, aku tidak mempunyai boat. Bolehkah kau menolongku?" tanya lelaki itu."

Aku tidak mempunyai boat untuk diberikan kepada kau. Tetapi kau boleh memotong batang pohon ini untuk dijadikan boat. Kau akan dapat belayar dengan gembira," kata pohon apel itu.Lelaki itu merasa amat gembira dan menebang batang pohon apel itu. Dia kemudiannya pergi dari situ dengan gembiranya dan tidak kembali lagi selepas itu. Namun begitu, pada suatu hari, seorang lelaki yang semakin dimakan usia, datang menuju pohon apel itu. Dia adalah anak lelaki yang pernah bermain di sekitar pohon apelitu."

Maafkan aku. Aku tidak punya apa-apa lagi untuk diberikan kepada kau. Aku sudah memberikan buahk uuntuk kau jual, dahanku untuk kau buat rumah, batangku untuk kau buat boat. Aku hanya ada tunggul dengan akar yang hampir mati..." kata pohon apel itu dengan nada pilu."
Aku tidak mahu apelmu karena aku sudah tak punya gigi untuk memakannya, aku tidak mau dahanmu karena aku sudah terlalu tua untuk memotongnya, aku tidak mau batang pohonmu karena aku tak berencana belayar lagi, aku merasa lelah dan ingin istirahat," jawab lelaki tua itu."

Jika begitu, istirahatlah di perduku," kata pohon apel itu.Lalu lelaki tua itu duduk beristirahat di perdu pohon apel itu. Mereka berdua menangis gembira.

Tahukah alvers, pohon apel yang dimaksudkan didalam cerita itu adalah kedua-dua ibu bapa kita. Bila kita masih anak2, kita suka bermain dengan mereka.Ketika kita beranjak remaja, kita perlukan bantuan mereka untuk meneruskan hidup. Kita tinggalkan mereka,dan hanya kembali meminta pertolongan apabila kita dalam kesusahan. Namun begitu, mereka tetap menolong kita dan melakukan apa saja asalkan kita bahagia dan gembira dalam hidup.Anda mungkin berfikir bahwa anak lelaki itu bersikap kejam terhadap pohon apel itu, tetapi fikirkanlah, itulah hakikatnya bagaimana kebanyakan dari kita memperlakukan orang tua. Astagfirullahal adziiiim....

Selasa, 29 Juli 2014

9 GODAAN SETAN YANG HARUS DI WASPADAI

1. Setan itu selalu menggoda manusia untuk memikirkan angan-angan indah yang bisa di jangkau panca indra,karena apa yang di inginkannya adalah agar manusia lalai beribadah..

2. Setan itu menggoda manusia agar tidak mau mengakui keterlibatan ALLAH dalam urusan rizki sehingga manusia selalu merasakan kesusahan saat ia bekerja..

3. Setan ingin bahwa manusia bekerja dengan hati penuh kesusahan,banyaknya kebutuhan hidup dan persaingan dalam mencari rizki..

4. Setan memerlihatkan kepada orang keburukan orang lain agar mereka tidak mau saling tolong-menolongsatu sama lain..

5. Setan selalu berusaha memasukkan sugesti negatif ke dalam hati orang beriman agar merasakan kesusahan..

6. Setan memerlihatkan banyaknya kebutuhan hidup anda agar anda selalu merasa kekurangan..

7. Setan menanam benih kebencian dalam kesadaran manusia agar satu sama lain saling bermusuhan dalam kehdupan duniawi ini..

8. Saat setan menguasai kesadaran manusia maka pikiran akan memandang keburukan sebagai kebaikan..

9. Setan tidak mengajarkan manusia berpikir dengan benar tapi ia mengajarkan manusia agar selalu merasa benar..

"Semoga kita selalu dilindungi dari godaan setan yang terkutuk..

Aamiin Yaa Rabbal 'aalamiin.

Ya Allah,
Ampunilah semua dosa-dosa kami, baik sengaja atau pun tidak, berkahilah kami, ramahtilah kami, berikanlah kami hidayah-Mu agar kami senantiasa dekat kepada-Mu hingga akhir hayat.

Aamiin ya Rabbal'alamin

Senin, 28 Juli 2014

Makna lain Idul Fitri

Istilah Salah Terkait Idul Fitri (Bagian 02)

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Selanjutnya kita akan membahas anggapan yang tersebar hampir di seluruh lapisan masyarakat, Idul fitri = kembali suci.

Istilah kedua yang kesalahannya lebih parah dibandingkan istilah pertama adalah mengartikan idul fitri dengan kembali suci. Banyak orang mengartikan ‘id dengan makna kembali dan fitri diartikan suci.

Para khatib seringkali memberi kabar gembira kepada masyarakat yang telah menyelesaikan ibadah selama ramadhan, bahwa pada saat idul fitri mereka telah kembali suci, bersih dari semua dosa antara dia dengan Allah. Kemudian diikuti dengan meminta maaf kepada sesama, tetangga kanan-kiri. Sehingga usai hari raya, mereka layaknya bayi yang baru dilahirkan, suci dari semua dosa. Tak lupa sang khatib akan mengkaitkan kejadian ini dengan nama hari raya ini, idul fitri. Dia artikan ‘Kembali Suci’. Turunan dari pemaknaan ini, sebagian masyarakat sering menyebut tanggal 1 syawal dengan ungkapan ‘hari yang fitri’.

Setidaknya ada 2 kesalahan fatal terkait ceramah khatib di atas,

Pertama, memaknai idul fitri dengan kembali suci. Dan ini kesalahan bahasa

Kedua, keyakinan bahwa ketika idul fitri, semua muslim dosanya diampuni.

Mengapa salah? Berikut rincian keterangan masing-masing;

Arti Idul Fitri secara Bahasa

Idul fitri berasal dari dua kata; id [arab: عيد] dan al-fitri [arab: الفطر].

Id secara bahasa berasal dari kata aada – ya’uudu [arab: عاد – يعود], yang artinya kembali. Hari raya disebut ‘id karena hari raya terjadi secara berulang-ulang, dimeriahkan setiap tahun, pada waktu yang sama. Ibnul A’rabi mengatakan,

سمي العِيدُ عيداً لأَنه يعود كل سنة بِفَرَحٍ مُجَدَّد
Hari raya dinamakan id karena berulang setiap tahun dengan kegembiraan yang baru. (Lisan Al-Arab, 3/315).

Ada juga yang mengatakan, kata id merupakan turunan kata Al-Adah [arab: العادة], yang artinya kebiasaan. Karena masyarakat telah menjadikan kegiatan ini menyatu dengan kebiasaan dan adat mereka. (Tanwir Al-Ainain, hlm. 5).

Selanjutnya kita akan membahas arti kata fitri.

Perlu diberi garis sangat tebal dengan warna mencolok, bahwa fitri TIDAK sama dengan fitrah. Fitri dan fitrah adalah dua kata yang berbeda. Beda arti dan penggunaannya. Namun, mengingat cara pengucapannya yang hampir sama, banyak masyarakat indonesia menyangka bahwa itu dua kata yang sama. Untuk lebih menunjukkan perbedaannnya, berikut keterangan masing-masing,

Pertama, Kata Fitrah

Kata fitrah Allah sebutkan dalam Al-Quran,

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ
Hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (QS. Ar-Rum: 30).

Ibnul Jauzi menjelaskan makna fitrah,

الخلقة التي خلق عليها البشر
“Kondisi awal penciptaan, dimana manusia diciptakan pada kondisi tersebut.” (Zadul Masir, 3/422).

Dengan demikian, setiap manusia yang dilahirkan, dia dalam keadaan fitrah. Telah mengenal Allah sebagai sesembahan yang Esa, namun kemudian mengalami gesekan dengan lingkungannya, sehingga ada yang menganut ajaran nasrani atau agama lain. Ringkasnya, bahwa makna fitrah adalah keadaan suci tanpa dosa dan kesalahan.

Kedua, kata Fitri

Kata fitri berasal dari kata afthara – yufthiru [arab: أفطر – يفطر], yang artinya berbuka atau tidak lagi berpuasa. Disebut idul fitri, karena hari raya ini dimeriahkan bersamaan dengan keadaan kaum muslimin yang tidak lagi berpuasa ramadhan.

Terdapat banyak dalil yang menunjukkan hal ini, diantaranya

1. Hadis tentang anjuran untuk menyegerahkan berbuka,

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا يزال الدين ظاهراً، ما عجّل النّاس الفطر؛ لأنّ اليهود والنّصارى يؤخّرون
“Agama Islam akan senantiasa menang, selama masyarakat (Islam) menyegerakan berbuka. Karena orang yahudi dan nasrani mengakhirkan waktu berbuka.” (HR. Ahmad 9810, Abu Daud 2353, Ibn Hibban 3509 dan statusnya hadia hasan).

Dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا تزال أمَّتي على سُنَّتي ما لم تنتظر بفطرها النّجوم
“Umatku akan senantiasa berada di atas sunahku, selama mereka tidak menunggu waktu berbuka dengan terbitnya bintang.” (HR. Ibn Khuzaimah dalam Shahihnya 3/275, dan sanadnya shahih).

Kata Al-Fithr pada hadis di atas maknanya adalah berbuka, bukan suci. Makna hadis ini menjadi aneh, jika kata Al-Fithr kita artikan suci.

“Umatku akan senantiasa berada di atas sunahku, selama mereka tidak menunggu waktu berSUCI dengan terbitnya bintang”

Dan tentu saja, ini keluar dari konteks hadis.

2. Hadis tentang cara penentuan tanggal 1 ramadhan dan 1 syawal

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ، وَالفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ
“Hari mulai berpuasa (tanggal 1 ramadhan) adalah hari di mana kalian semua berpuasa. Hari berbuka (hari raya 1 syawal) adalah hari di mana kalian semua berbuka.” (HR. Turmudzi 697, Abu Daud 2324, dan dishahihkan Al-Albani).

Makna hadis di atas akan menjadi aneh, ketika kita artikan Al-Fithr dengan suci.

“Hari suci adalah hari dimana kalian semua bersuci”.dan semacam ini tidak ada dalam islam.

Karena itu sungguh aneh ketika fitri diartikan suci, yang sama sekali tidak dikenal dalam bahasa arab.

Suci Seperti Bayi?

Selanjutnya kita bahas konsekuensi dari kesalahan mengartikan idul fitri. Karena anggapan bahwa idul fitri = kembali suci, banyak orang keyakinan bahwa ketika idul fitri, semua orang yang menjalankan puasa ramadhan, semua dosanya diampuni dan menjadi suci.

Keyakinan semacam ini termasuk kekeliruan yang sangat fatal. Setidaknya ada 2 alasan untuk menunjukkan salahnya keyakinan ini,

Pertama, keyakinan bahwa semua orang yang menjalankan puasa ramadhan, dosanya diampuni dan menjadi suci, sama dengan memastikan bahwa seluruh amal puasa kaum muslimin telah diterima oleh Allah, dan menjadi kaffarah (penghapus) terhadap semua dosa yang meraka lakukan, baik dosa besar maupun dosa kecil. Padahal tidak ada orang yang bisa memastikan hal ini, karena tidak ada satupun makhluk yang tahu apakah amalnya diterima oleh Allah ataukah tidak.

Terkait dengan penilaian amal, ada 2 hal yang perlu kita bedakan, antara keabsahan amal dan diterimanya amal.

1. Keabsahan amal.

Amal yang sah artinya tidak perlu diulangi dan telah menggugurkan kewajibannya. Manusia bisa memberikan penilaian apakah amalnya sah ataukah tidak, berdasarkan ciri lahiriah. Selama amal itu telah memenuhi syarat, wajib, dan rukunnya maka amal itu dianggap sah.

2. Diterimanya amal

Untuk yang kedua ini, manusia tidak bisa memastikannya dan tidak bisa mengetahuinya. Karena murni menjadi hak Allah. Tidak semua amal yang sah diterima oleh Allah, namun semua amal yang diterima oleh Allah, pastilah amal yang sah.

Karena itulah, terkait diterimanya amal, kita hanya bisa berharap dan berdoa. Memohon kepada Allah, agar amal yang kita lakukan diterima oleh-Nya. Seperti inilah yang dilakukan orang shaleh masa silam. Mereka tidak memastikan amalnya diterima oleh Allah, namun yang mereka lakukan adalah memohon dan berdoa kepada Allah agar amalnya diterima.

Siapakah kita diandingkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Seusai memperbaiki bangunan Ka’bah, beliau tidak ujub dan memastikan amalnya diterima. Namun yang berliau lakukan adalah berdoa,

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Ya Allah, terimalah amal dari kami. Sesungguhnya Engkau Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 127).

Demikian pula yang dilakukan oleh para sahabat dan generasi pengikut mereka. Yang mereka lakukan adalah berdoa dan bukan memastikan.

Mu’alla bin Fadl mengatakan:

كانوا يدعون الله تعالى ستة أشهر أن يبلغهم رمضان يدعونه ستة أشهر أن يتقبل منهم
“Dulu para sahabat, selama enam bulan sebelum datang bulan Ramadhan, mereka berdoa agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan. Kemudian, selama enam bulan sesudah Ramadhan, mereka berdoa agar Allah menerima amal mereka ketika di bulan Ramadhan.” (Lathaiful Ma›arif, Ibnu Rajab, hal.264)

Karena itu, ketika bertemu sesama kaum muslimin seusai ramadhan, mereka saling mendoakan,

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُم
“Semoga Allah menerima amal kami dan kalian”

Inilah yang selayaknya kita tiru. Berdoa memohon kepada Allah agar amalnya diterima dan bukan memastikan amal kita diterima.

Kedua, sesungguhnya ramadhan hanya bisa menghapuskan dosa kecil, dan bukan dosa besar. Sebagaimana dinyatakan dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِر
“Antara shalat 5 waktu, jumatan ke jumatan berikutnya, ramadhan hingga ramadhan berikutnya, akan menjadi kaffarah dosa yang dilakukan diantara amal ibadah itu, selama dosa-dosa besar dijauhi.” (HR. Ahmad 9197 dan Muslim 233).

Kita perhatikan, ibadah besar seperti shalat lima waktu, jumatan, dan puasa ramadhan, memang bisa menjadi kaffarah dan penebus dosa yang kita lakukan sebelumnya. Hanya saja, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan syarat: ‘selama dosa-dosa besar dijauhi.’ Adanya syarat ini menunjukkan bahwa amal ibadah yang disebutkan dalam hadis, tidak menggugurkan dosa besar dengan sendirinya. Yang bisa digugurkan hanyalah dosa kecil.

Lantas bagaimana dosa besar bisa digugurkan?

Caranya adalah dengan bertaubat secara khusus, memohon ampun kepada Allah atas dosa tersebut. Sebagaimana Allah telah tunjukkan hal ini dalam Al-Quran,

إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا
Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). (QS. An-Nisa: 31).

Allahu a’lam

Minggu, 27 Juli 2014

empat tanda kesengsaraan

Malik bin Dinar rhm berkata :

أربع من علامات الشقاء: قسوة القلب وجمود العين وطول الأمل والحرص على الدنيا..

“Ada empat tanda kesengsaraan

1. Hati yang keras,

2. mata yang tidak pernah menangis (karena takut kpda Allaah),

3. panjang angan-angan,

4. dan tamak terhadap dunia.”

(Hilyatul Awliya' Imam Abu Nu'aim)

Do’a Menerima Zakat

ءَاجَرَكَ اللهُ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَبَارَكَ فِيْمَا اَبْقَيْتَ وَجَعَلَ اللهُ لَكَ طَهُوْرًا

“Semoga Allah melimpahkan ganjaran pahala terhadap harta yg telah Engkau berikan & semoga Allah memberkahi harta yg masih tersisa padamu, serta semoga Allah menjadikan dirimu suci bersih”

Niat zakat Fitrah untuk diri sendiri

Niat zakat Fitrah untuk diri sendiri

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ نَفْسِىْ المفروضة علي إخراجها هذه السنة فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى

Niat zakat Fitrah untuk Istri

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ زَوْجَتِيْ المفروضة عليها إخراجها هذه السنة فَرْضًا ِللهِ تعالى

3. Niat zakat Fitrah untuk anak laki-laki atau perempuan

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ وَلَدِيْ… المفروضة عليه إخراجها هذه السنة فرضا لله تعالى /عن بِنْتِيْ… المفروضة عليها إخراجها هذه السنة فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى

Syarat Wajib Zakat Fitrah

NGAJI ONLINE
Kitab Fathul Qarib
BAB Zakat Fitrah
Syarat Wajib Zakat Fitrah

(فصل): وتجب زكاة الفطر ويقال لها زكاة الفطرة أي الخلقة (بثلاثة أشياء الإسلام) فلا فطرة على كافر أصلي إلا في رقيقه وقريبه المسلمين
Zakat fitri itu hukumnya wajib. Disebut juga dengan zakat fitrah, makna Fitrah adalah kejadian.
Syarat zakat fitrah ada 3 (tiga) yaitu,
pertama, Islam, orang kafir asli tidak wajib zakat kecuali menzakati budak dan kerabatnya yang Islam.

(وبغروب الشمس من آخر يوم من شهر رمضان) وحينئذ فتخرج زكاة الفطر عمن مات بعد الغروب دون من ولد بعده
Kedua, terbenamnya matahari pada akhir hari dari bulan Ramadhan. Karena itu zakat fitrah wajib dikeluarkan bagi orang yang meninggal dunia setelah terbenam matahari tidak bagi anak yang baru lahir setelah terbenamnya matahari.

(ووجود الفضل) وهو يسار الشخص بما يفضل (عن قوته وقوت عياله في ذلك اليوم) أي يوم عيد الفطر وكذا ليلته أيضاً.
Ketiga, adanya kelebihan (makanan). Yaitu adanya kemudahan bagi seseorang dengan kelebihan bahan makanan pokok untuk dirinya dan keluarganya pada hari itu yakni malam dan siangnya hari raya Idul Fitri.

Bersambung....

Kehidupan Mulia Berdasarkan Syari'ah

Oleh:  Ustadz Abu Jibriel Abdul Rahman

Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh…

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. [آل عمران]

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. [النساء]

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. [الأحزاب 70 – 71]

أَمَّا بَعْدُ: فَإِنْ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.

 

Muslimin dan Muslimah Yang dirahmati Allah.

Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, meminta tolong kepada-Nya, memohon ampun kepada-Nya, dan kita berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa-jiwa kita, dan amal-amal kita. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk maka tidak ada siapapun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan maka tidak siapapun yang menunjukkannya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang disembah kecuali Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

“Wahai kaum mukmin, taatlah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya. Janganlah kalian mati, kecuali kalian sebagai muslim.” (Ali ‘Imran, 3: 102)

“Wahai manusia, taatlah kepada Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dari diri yang satu, kemudian mencipta­kan pasangannya dari diri yang satu itu. Dari seorang laki-laki dan seorang perempuan pertama itulah Allah me­ngembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Taatlah kepada Allah, Tuhan yang menjadi tumpuan kalian ketika kalian meminta rahmat-Nya. Jagalah ikatan kerabat kalian. Allah selalu mengawasi perbuatan kalian.” (An Nisaa’, 4: 1)

“Wahai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar. Dengan begitu, niscaya semua yang kalian lakukan hasilnya akan menjadi baik dan dosa-dosa kalian akan diampuni Allah. Siapa saja yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia memperoleh kemenang­an yang sangat besar.” (Al Ahzab, 33: 70-71)

Adapun sesudah itu, Maka sebaik-baik ucapan adalah kitab Allah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi n, dan sekuat-kuat tali ikatan ialah kalimat taqwa, dan berhati-hatilah kamu dengan perkara-perkara yang baru, karena setiap perkara yang baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu sesat, dan setiap kesesatan berada dalam neraka.

الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …

Hidup merupakan satu anugerah Allah yang sangat besar kepada umat manusia. Setiap manusia menyukai hidup di dunia ini. Maka sudah sepantasnya mereka sangat memberi perhatian kepada masalah hidup yang didalam bahasa Al-Qur’an disebut sebagai al-Hayat. Dan tentu pula bahwa tujuan utama dalam hidup setiap manusia ialah membina hidup yang baik, yang dalam bahasa Al-Qur’an disebut sebagai Hayatun Thayyibah.

Sesungguhnya hidup manusia bukanlah seperti hidup makhluk-makhluk lain dari makhluk-makhluk Allah. Yaitu hidup yang terhormat dan punya peraturan khusus. Bukanlah sekadar hidup yang dirasakan sekarang di dunia yang sangat sedikit ini, tetapi ia pernah hidup di alam ruh dan akan hidup juga di alam akhirat yang sifatnya kekal, tidak mati selama-lamanya, apakah akan berada di dalam surga mendapat nikmat-Nya maupun di dalam neraka menerima adzab-Nya, wal ‘iyadzu billah min dzalik. Hal demikian tidaklah heran sekarang kita sadar bahwa manusia adalah makhluk pilihan yang termulia dari kalangan semua ciptaan Allah di bumi dan di langit.

Firman Allah Ta’ala:

“Sungguh Kami telah memuliakan anak Adam lebih dari yang lain. Kami telah menjadikan manusia dapat berjalan di darat dan berlayar di laut. Kami berikan rezeki yang baik-baik kepada mereka. Kami melebihkan manusia dari sebagian besar makhluk Kami dengan kelebihan yang jelas.” (Al-Israa, 17: 70)

Maksudnya: Dan sesungguhnya Kami telah muliakan anak-anak Adam dan Kami telah beri mereka menggunakan berbagai kendaraan di daratan dan di lautan dan Kami telah berikan rezeki kepada mereka dari yang baik-baik serta Kami telah lebihkan mereka dengan selebih-lebihnya atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.

الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …

Kejadian Badan dan Ruh Manusia

Diantara bentuk kemulian Allah kepada anak-anak Adam adalah bahwa Dia lelah menciptakan anak Adam dari dua unsur yang bersifat benda (materi) dan bukan benda (non materi) yaitu unsur Jasmani (tanah) dan unsur Ruhani..

Firman Allah Ta’ala:

“Allah lah yang menjadikan semua ciptaan-Nya itu baik. Allah lah yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian keturunannya dijadikan dari setetes air yang hina, mani. Kemudian Allah sempurnakan ke­jadian manusia. Allah tiupkan ruh-Nya ke dalam diri manusia. Allah telah men­jadikan pendengaran, penglihatan dan hati untuk kalian. Wahai manusia, akan tetapi sedikit sekali di antara kalian yang mau taat kepada Allah.“ (As-Sajdah, 32: 7-9)

الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …

Memang unsur tanah dan air mani, kita semua dapat mengerti hakekatnya sebagaimana yang dijelaskan oleh Al Qur’an sendiri dalam surah Al Mu’minun, 12-16:

“Sungguh Kami telah menciptakan Adam dari sari pati tanah. Kemudian Kami jadikan anak keturunan Adam dari pembuahan sel telur oleh sperma. Hasil pembuahan itu tersimpan dalam rahim dengan baik. Kemudian Kami jadikan hasil pembuahan itu sebagai segumpal darah. Dari segumpal darah Kami jadikan segumpal daging. Dari segumpal daging Kami jadikan tulang belulang, lalu Kami selimuti dengan daging. Dari tulang belulang yang diselimuti daging itu Kami ciptakan seorang manusia baru. Allah Mahasuci dari segala kekurangan dalam menciptakan manusia dan Tuhan sebaik-sebaik pencipta. Wahai sekalian manusia, kelak kalian pasti mati. Pada hari kiamat kelak, kalian pasti dihidupkan kembali.”

Tetapi unsur ruh adalah unsur yang kita tidak mengetahui hakekatnya sama sekali. Firman Allah Ta’ala:

“Wahai Muhammad, orang-orang kafir Quraisy bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “Ruh itu urusan Tuhanku, dan kalian tidak diberi ilmu kecuali sedikit sekali.” (Al-Israa, 17: 85)

Itulah hakekat ruh yang merupakan unsur utama bagi hidup manusia. Karena tidak ada hidup kalau tidak ada ruh. Tetapi manusia sendiri tidak diberi tahu oleh Allah akan hakekat ruh. Apabila manusia sendiri tidak kuasa mengetahui unsur hakekat hidupnya, maka bagaimanakah ia dapat mengetahui akan tujuan hidupnya dan bagaimanakah pula ia dapat mengatur hidupnya itu dengan hanya pikirannya atau pikiran manusia lain yang sepertinya?!. Bagaimana mungkin manusia dapat mengatur cara hidup yang ia bodoh terhadapnya?! Tidak mungkin berhasil. Bahkan tidak mungkin terjadi! Apalagi untuk mencapai peringkat tertinggi dalam hidup yang dinamakan “hayatun thayyibah, hidup yang gemilang di dunia ataupun di akhirat yang kekal dan abadi.

Itulah makanya Allah tidak memberikan manusia mengatur hidupnya dengan hanya menggunakan pikirannya. Bahkan Allah mengutus Rasul-Nya yang membawa kitab-kitab sebagai pengatur hidup manusia itulah agama dan itulah Al-Islam. Yaitu Al-Islam yang diturunkan oleh Allah untuk mengatur hidup manusia, dan manusia memang sangat membutuhkan aturan hidup dari pihak yang menciptakannya. Aturan hidup Islam yang didatangkan Allah untuk mengatur hidup manusia disebut sebagai Syari’ah Allah. Al Qur’an menjelaskan kebutuhan manusia terhadap syari’at Nya:

“Wahai manusia, kalian selalu mem­butuhkan Allah. Akan tetapi Allah sama sekali tidak membutuhkan ke­taatan hamba-hamba-Nya lagi Maha Terpuji. Jika Allah menghendaki kalian lenyap, maka kalian dilenyapkan, ke­mudian kalian diganti dengan makhluk yang baru. Mengganti kalian dengan makhluk yang baru itu tidak sulit bagi Allah.” (Fathir, 35: 15-17)

الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …

Ruh Nabati Memerlukan Ruh Qur’ani

Orang-orang yang tidak diberikan kepadanya agama atau diberikan agama hanya sekadar tradisi (adat dan budaya) yang tidak berdasarkan Al-Kitab dan As-Sunnah sama seperti orang mati atau yang hidup dalam kegelapan yang buruk.

Dengarlah firman Allah Ta’ala:

“Wahai kaum mukmin, orang yang telah mati hatinya, lalu orang itu Kami hidupkan hatinya dan Kami beri hidayah sehingga dia dapat beramal shalih di tengah manusia, apakah sama dengan orang yang sesat dan tidak mau keluar dari kebiasaannya yang sesat? Begitulah setan menam­pakkan perbuatan-perbuatan sesat orang-orang kafir sebagai perbuatan yang indah di mata mereka.” (Al-An’aam, 6: 122)

Berkata Ibnu Abbas; “Yang dimaksud dengan Nur ialah Al-Islam, ialah Al-Qur’an, yakni: apakah orang yang sebelumnya kafir, maka kami berikan hidayah kepadanya.

Berkata As-Suddiy: Nur ialah Al-Islam. Untuk menerima Al-Qur’an sebagai imamnya. Ada yang berkata: Al-Hikmah dan ada juga yang berkata: cahaya yang menyuluh dan menuntun perjalanan di Akhirat.

Berkata Ibnu Katsir: “Semuanya betul” (Tafsir Al Qur’anil Azhim li ibni Katsir, 2/192). Karena hakekat Al-Islam ialah Al-Qur’an yang mengandung hikmah-hikmah dan memberi cahaya di Akhirat.

Dalam menafsirkan ayat ini, berkata Ibnu Katsir (wafat tahun 774H): “Allah Ta’ala membuat perbandingan bagi seorang mukmin yang dahulunya (sebelum memeluk Islam) ia mati dalam keadaan sesat, celaka dan binasa, maka Allah menghidupkannya dengan iman meresapi hatinya dan memberi hidayah untuk mengikuti Rasul-rasul-Nya, serta diberikan kepadanya cahaya yaitu Al-Qur’an. Apakah orang yang sedemikian halnya sama dengan orang yang hanya berada di dalam gelap kejahilan jahiliyah, hawa nafsu dan berbagai perjalanan yang menyeleweng dan sesat yang tidak mendapat petunjuk untuk keluar dari padanya?

Berkata Ibnul Qayyim Al-Jauziyah (wafat 751H): “Yang dimaksud dengan “mati” (أو من كان ميتا فأحييناه) disini ialah mati hati dengan sebab ketiadaan ruh ilmu, petunjuk dan iman. Maka Allah menghidupkan dia dengan ruh yang lain dari ruh yang Allah menghidupkan badannya. Yaitu ruh ma’rifah Allah, ruh tauhid (iman) kepada-Nya dan ruh cinta kepada-Nya serta beribadah kepada-Nya, yang mentauhidkan-Nya dan tidak syirik dengan-Nya. Karena tidak hidup bagi ruh yang terkandung di dalam badan seorang itu kecuali dengan-Nya. Dan dinamakan wahyu-Nya itu dengan Ruh, karena hidup matinya ruh tiap-tiap manusia yang menghidupkan badannya tergantung dari padanya. (Tahdzib Madarijus Salikin, 2/941)

الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …

Al-Qur’an adalah ilmu dan cahaya dari Allah untuk hamba-hambaNya.

Berkata Imam asy Syafi’ie (wafat.204 H):

كُلُّ الْعُلُوْمِ سِوَى الْقُرْأَنِ مُشْغِلَةٌ

إِلاَّ الْحَدِيْثُ وَإِلاَّ الفِقْهُ فِى الدِّيْنِ

اَلْعِلْمُ مَا كَانَ فِيْه قَالَ حَدَّثَنَا

وَمَا سِوَى ذَاكَ وِسْوَاسُ الشَّيَاطِيْنِ

Semua ilmu selain dari pada ajaran Al-Qur’an adalah menyibukkan,

Kecuali ilmu hadits dan ilmu fiqih mengenai agama.

Ilmu yang sebenarnya adalah ilmu yang ada padanya (sanad), ia berkata: “telah menceritakan kami” (yakni ilmu hadits),

Menukil yang lain dari pada ilmu hadits (yang tidak punya sanad-sanad) adalah gangguan setan semata.

(Diwan al Imam asy-Syafi’i)

Berkata Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H):

اَلنّاَسُ إِلىَ الْعِلْمِ أَحْوَاجُ مِنْهُمْ إِلىَ الطَّعَامِ وَالشِّرَابِ لأِنَّ الرَّجُلَ يَحْتَاجُ إِلَى الطَّعَامِ وَالشِّرَابِ فِى الْيَوْمِ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ، وَحَاجَتُهُ إِلَى الْعِلْمِ بِعَدَادِ أَنْفَاسَهُ.

“Kebutuhan manusia kepada ilmu agama, yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, adalah lebih dari pada kebutuhan mereka kepada makan dan minum ketika hidup di dunia, karena kebutuhan seorang manusia kepada makan dan minum pada tiap-tiap hari hanya sekali atau dua kali saja, sedangkan kebutuhannya kepada ilmu agama adalah di setiap detik nafasnya.” (Ibnul Qayim dalam Madarijus Salikin, 2/470, dan I’lamul Muwaqi’in, 2/256)

Firman Allah Ta’ala:

“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Asy-Syuura, 42: 52)

Jelaslah bahwa (رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا) di sini ialah wahyu Al-Qur’an, yang menghidupkan ruh di dalam tubuh badan. Itulah maksud Firman Allah Ta’ala:

“(Dialah) Yang Maha Tinggi derajat-Nya, Yang mempunyai ‘Arsy, Yang mengutus Jibril dengan (membawa) perintah-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya, supaya dia memperingatkan (manusia) tentang hari pertemuan (hari kiamat).” (Al-Mu’min, 40: 15)

Berkata Ibnul Jauzi (w.597 H): “Sesungguhnya dinamakan Al-Qur’an dan wahyu itu sebagai ruh karena keduanya adalah asas kehidupan beragama, sebagaimana ruh sebagai asas bagi hidupnya badan-badan.” (Zaadul Masiir, 7/210)

Firman Allah Ta’ala:

“Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, yaitu: “Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertaqwa kepada-Ku.” (An-Nahl, 16: 2)

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menafsirkan (بِالرُّوحِ مِنْ أَمْرِهِ) di sini dengan wahyu Al-Qur’an (Tafsir Ath-Thabari, 14/77)

Dengan demikian jelaslah bahwa ruh tubuh badan tidak hidup kecuali dengan ruh wahyu Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah melalui malaikat-Nya Jibriel ‘alaihissalam ke atas Nabi Muhammad n Itulah hakekat hidup yang sebenarnya, yaitu: Badan tidak hidup kecuali dengan ruh, dan ruh badan tidak hidup kecuali dengan wahyu Al-Qur’an yang berfungsi sebagai ruh kepada ruh di dalam badan. Dialah Nur kepada hidup ruh dan badan kedua-duanya. Wallahul muwafiq.

Itulah hakekat hidup kita yang berlainan sekali dari hidup makhluk-makhluk lain dan hidup orang kafir. Oleh karena itu marilah seterusnya kita memahami hakekat “hayatan thayyibah” dibawah ini.

الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …

HAYATAN THAYYIBAH

Firman Allah Ta’ala:

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An-Nahl, 16: 97)

العَافِيَةُ عَلَى عَشرَةِ أَوجُهٍ، خَمسَةٌ فِي الدُّنيَا وَخَمسَةٌ فِي الأَخِرَةِ. فَأَمَّا الَّتِي فِي الدُّنيَا فَهِيَ: العِلمُ، وَالعِبَادَةُ، وَالرِّزقُ مِنَ الحَلاَلِ، وَالصَّبرُ عَلَى الشِّدَّةِ، وَالشُّكرُ عَلَى النِّعمَةِ. وَأَمَّا الَّتِى فِي الأَخِرَةِ فَإِنَّهُ يَأتِيهِ مَلَكُ المَوتِ بِالرَّحمَةِ وَاللُّطفِ، وَلاَ يَروِعَهُ مُنكَرٌ نَكِيرٌ فِي القَبرِ، وَيَكُونُ آمِنًا فِي الفَزعِ الأَكبَرِ، وَتُمحِي سَيِّئَاتِهِ، وَتُقبَلُ حَسَنَاتِهِ وَيَمُرُّ عَلَى الصِّرَاطِ كَالبَرقِ اللاَّمِعِ، وَيَدخُلُ الجَنَّةَ فِي السَّلاَمَةِ.

“Kesejahteraan itu ada 10 macam, lima di dunia dan lima di akhirat. Adapun yang di dunia ialah: ilmu, ibadah, rezeki yang halal, sabar diatas kesempitan, penderitaan, kesakitan (bala bencana), bersyukur atas segala nikmat. Adapun yang di akhirat adalah: Akan didatangi oleh malaikat maut dengan rahmat dan kelembutan, tiada rasa ketakutan terhadap Munkar dan Nakir didalam kubur, selamat dari kegoncangan hari kiamat, dihapus segala kesalahan dan diterima segala amal kebaikan, ia akan berjalan diatas titian seperti cahaya kilat dan akan masuk surga dengan selamat.” (Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Kitab al Isti’daadu liyaumil Ma’aad)

Dari ayat dan hadits tersebut nyatalah bahwa:

Syarat Hayatan Thayyibah ialah:

    Iman (وَهُوَ مُؤْمِنٌ)
    Amal Shalih (عَمِلَ صَالِحًا)
    Dan 10 syarat yang tersebut dalam hadits

Balasannya ialah :

    Sebaik-baik balasan (بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ)
    Kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat

Para ulama berbeda pendapat dalam memberi pengertian Hayatan Thayyibah, sebagai berikut:

1. Hayatan Thayyibah di dunia, yaitu:

    Rezeki yang halal lagi baik. (Ibnu Abbas dan Jama’ah)
    Al-Qana’ah atau perasaan memadai (merasa cukup) dengan apa yang ada. (Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Abbas)
    As-Sa’adah: Kebahagiaan. (Ibnu Abbas)
    Rezeki yang halal dan ibadah yang betul di dunia. (Ad-Dhahhak)
    Rezeki sehari-hari (Qatadah)
    Amalan taat serta hati bahagia dengannya. (Ad-Dhahhak)

    Hayatan Thayyibah ialah hidup di surga pada hari akhirat, karena belum dapat dinamakan baik akan hidup seseorang kecuali di dalam surga. (Al-Hasan, Mujahid dan Qatadah)
    Hayatan Thayyibah ialah kehidupan yang baik di dalam kubur. (Syuraik)

Berkata Ibnu Katsir: “Yang sebenarnya maksud “Hayatun Toyyibah” ialah mencakup semua makna diatas. Ayat ini adalah janji-Nya bagi siapa saja dari anak Adam laki-laki atau perempuan yang beramal shalih yaitu beramal menurut kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya n, sedang hatinya beriman kepada Allah dan rasul-Nya. Bahwa Allah tetap mengaruniakan kepadanya akan hidup bahagia di dunia dan balasan yang sebaik-baiknya di akhirat kelak. (Tafsir Al-Qur’anil ‘Adzim Ibnu Katsir, 2/645)

Sedangkan lawan kata dari “Hayatan Thayyibah” ialah “Ma’isyatan Dhanka” atau kehidupan yang sempit dan jelek.

Firman Allah Ta’ala:

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?. Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan. Dan demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat Tuhannya. Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal.“ (Thaha, 20: 124-127)

Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhu bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ (وَفِي رِوَايَةٍ:آمَنَ) وَرُزِقَ كَفَافًا وَأَقْنَعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ

“Sesungguhnya telah beruntung orang yang telah memeluk Islam (dan pada satu riwayat yang lain: (orang yang telah beriman) dan diberi rezeki secara memadai (mencukupi) serta Allah memberi perasaan cukup dengan apa yang dikaruniakan kepadanya.” (HR. Ahmad di dalam Al-Musnad 2/168, 173 dan Shahih Muslim No.1054)

الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …

Itulah al-Hayah ath-Thayyibah yang dikatakan beruntung dalam hidup seorang manusia. Wallahu a’lam.

Untuk itu nyatalah bahwa “حَيَاةً طَيِّبَةً” (hayatan thayyibah) ialah hidup bahagia yang pondasinya ialah kalimat Thayyibah “لا إله إلاّاللّه محمد رسول اللّه” (laa ilaaha illallah, muhammadur rasulullah) yang berfungsi sebagai pondasi iman yang benar yang membuahkan syukur, ibadah dan amal yang shalih serta akhlak yang mulia melalui penerangan Nur Al-Qur’an dan petunjuk As-Sunnah. Ia tidak makan kecuali perkara yang halal dan baik (حَلاَلاً طَيِّبًا) dan mereka adalah orang-orang yang baik yang melahirkan anak cucu yang baik (ذُرِّيَّةً طَيِبَةً) (keturunan yang baik) membentuk serta mensyukuri negara yang makmur (بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ). Apabila ia mati maka ruhnya diseru dan disambut sebagai jiwa yang baik (النَّفس الطيبْ) menerima rahmat Allah dalam menuju surga yang merupakan tempat penginapan yang mulia (مَسَاكِنَ طَيِّبَةً) dengan penghormatan yang berbunyi: “Sejahtera ke atas kamu berbahagialah kamu maka silahkan kamu masuk ke dalam surga ini dengan keadaan tinggal kekal kamu di dalamnya” (سَلاَمٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوْهَا خَالِدِيْنَ).

Itulah sepuluh rangkaian Ath-Thayyibat (hal yang baik-baik) yang merupakan peringatan-peringatan penghayatan “حَيَاةً طَيِّبَةً” itu langkah-langkah رِحْلَةُ الْوُجُوْدِ وَالْخُلُوْدِ”ِ” marilah kita ikuti penjelasan detail selanjutnya:

    “حَيَاةً طَيِّبَةً” Inti bagi Hayatun Thayyibah ialah kalimat Thayyibah: “لا إله إلاّ اللّه محمد رسول اللّه”

Firman Allah Ta’ala:

“Tidakkah engkau melihat (wahai Muhammad) bagaimana Allah mengemukakan satu perbandingan, yaitu: كلمة طيبة adalah sebagai sebatang pohon yang baik yang pangkalnya tetap bertunjung teguh (di bumi) dan cabang pucuknya menjulang ke langit, ia mengeluarkan buahnya pada tiap-tiap masa dengan izin Tuhannya, dan Allah membuat perbandingan-perbandingan itu untuk manusia supaya mereka ingat.” (Ibrahim, 14: 24-25)

    Berkata Ibnu Abbas: “maksud {كلمة طيبة} disini ialah kalimat Tauhid لا إله إلاّ اللّه, manakala sebaliknya {كلمة خبيثة} ialah Syirik.”
    Berkata Mujahid dan Ibnu Juraij “{كلمة طيبة} ialah iman.”

Kedua penafsiran inu adalah kurang lebih maksudnya sama: karena asas iman adalah لا إله إلاّ اللّه . Adapun pohon yang baik disini ialah pohon tamr (kurma). (Zaad Al-Masiir li Ibn Al-Jauzi 4/358, Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an lil Qurthubi, 9/359)

Dan tabiat {كلمة طيبة} adalah senantiasa teguh dan mengeluarkan buah yang bermanfaat sama seperti seperti pohon kurma yang kokoh dan senantiasa mengeluarkan buah yang banyak manfaatnya. Wallahu ‘alam.

Itulah kalimat tauhid sebagai pondasi Al-Iman yang merupakan benih kehidupan Ar-Ruh. Apabila kalimat tauhidnya benar berarti tersingkir syirik darinya, dengan itu suburlah kehidupan ruh yang terkandung di dalam badan manusia. Itulah inti bagi lahirnya cara hidup yang disebut dengan حَيَاةً طَيِّبَةً (hayatan thayyibah) Wallahu Al-Muwafiq.

    Nur Al-Qur’an dan Hadyu Al-Musthafa.

Apabila kalimat thayyibah telah tertancap di lubuk hati yang merupakan benih bagi kehidupan ruh, maka langkah seterusnya ialah siap dipimpin Nur Al-Qur’an yang dilaksanakan sesuai sunnah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. memang itulah sebenarnya konsekwensi Syahadatain:

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ

    Makanan dan Usaha yang halal dan baik.

Badan yang dipimpin oleh ruh yang hidup, tentu tidak berusaha serta tidak akan makan dan minum melainkan yang baik dan halal.

Firman Allah Ta’ala:

“Wahai manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang ada di bumi dan janganlah kamu mengikuti jejak langkah setan karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang terang bagimu.” (Al-Baqarah, 2: 168)

Dengan itu nyatalah bahwa makanan yang halal lagi baik dapat memberi manfaat kepada kesuburan badan dan ketajaman akal serta kebersihan jiwa yang memberi kekuatan untuk menolak jejak langkah setan yang merupakan musuh yang nyata bagi kita.

    Berkata Qatadah dan As-Suddiy: “Tiap-tiap maksiat terhadap Allah adalah dari jejak langkah setan.” (Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, 1/218)

Sabda Rasulullah SAW:

“Wahai manusia! Sesungguhnya Allah itu baik Ia tidak terima kecuali amalan yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintah orang-orang mukminin dengan apa yang Allah memerintah para Rasul-Nya Ia berfirman lagi: (maksudnya): “Wahai orang-orang yang beriman makanlah dari perkara-perkara yang baik (lagi halal) dari rezeki yang telah kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya jika kamu hanya beribadah kepada-Nya”. Kemudian baginda menyebutkan (hal) seorang lelaki yang lama dalam safar (perjalanan) rambutnya gersang dan kepalanya berdebu ia mengangkatkan kedua tangannya ke langit (berdo’a kepada Allah sambil berkata): Ya Rabb, ya Rabb, “wahai Tuhanku wahai Tuhanku!”. Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan selalu ia diberi makan dengan perkara yang haram, maka bagaimana do’anya akan diijabah?!”. (HR Muslim no.1686)

Mengenai hal ini berkata Ibnu Katsir: “Allah memerintahkan para Rasul ‘alahimussalam supaya makan yang halal dan beramal shalih, yang demikian ini menunjukkan bahwa sesungguhnya makanan yang halal dapat membantu kita untuk mengerjakan amal shalih dan merupakan sebab diterimanya do’a dan ibadah, manakala makanan haram adalah selain daripada menyelewengkan seorang dari beramal shalih maka amalan dan ibadah atau do’anya tidak diterima oleh Allah.” (Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim 1/219, 3/272)

Didahulukan perintah supaya makan kemudian diiringi dengan perintah supaya beramal shalih dan beribadah adalah memberitahukan kepada kita bahwa tujuan makan adalah untuk beramal shalih, beribadah, bukanlah sebaliknya. Itulah cara hidup “حَيَاةً طَيِّبَةً” yaitu makan untuk hayah (hidup) bukan hayah untuk makan.” Wallahu ‘alam.

Sabda Rasulullah SAW:

مَاتَصَدَّقَ أَحَدٌ بِصَدَقَةٍ مِنْ طَيِّبٍ وَلاَ يَقْبَلُ اللَّهُ إِلاَّ الطَيَّبَ إِلاَّ أَخَذَهَا الرَّحْمَنُ بِيَمِيْنِهِ وَإِنْ كَانَتْ تَمْرَةً فَتَرْبُوَ فِيْ كَفِّ الرَّحْمَنِ حَتىَّ تَكُوْنَ أَعْظَمُ مِنَ اْلجَبَلِ كَمَا يُرَبِّيْ أَحَدُكُمْ فُلُوَّهُ أَوْ فَصِيْلَهُ.

“Tidaklah seorang bershadaqah dari sesuatu yang baik, dan Allah tidak menerima kecuali yang baik, kecuali Allah akan mengambilnya dengan tangan kanan-Nya. Apabila berbentuk kurma maka akan berlipat ganda di tangan Ar-Rahman (Allah) hingga lebih besar dari gunung. Sebagaimana seorang di antara kalian memelihara anak kuda atau anak untanya.” (HR. Muslim no. 1014)

الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …

     ”عَمَلٌ صَالِحٌ” Amal Shalih

Amal Shalih adalah buah dari kalimat tauhid yang menghunjam di lubuk hati yang dipupuk oleh bumi badan yang dibekali dengan makanan, minuman dan pakaian yang halal lagi baik.

Firman Allah Ta’ala:

“Dan barang siapa yang mengerjakan amal-amal shalih, baik lelaki maupun perempuan sedang ia orang beriman. Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.” (An-Nisaa, 4: 124)

Apakah pengertian “عمل صالح”? berkata Ibnu Katsir: “Amal Shalih ialah amal yang mengikuti ajaran Al-Kitab dan sunnah Nabi Muhammad n sedang hatinya beriman dengan Allah dan Rasul-Nya.” (Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, 2/645)

Para ulama Islam bersepakat mengatakan bahwa syarat utama bagi amal shalih ialah:

    Ikhlas hanya kepada Allah
    Ittiba’ atau mengikuti sunnah Rasulullah SAW.

Dengarlah perkataan Al Fudhail bin ‘Iyad (seorang ulama’ Tabi’in)

إِنَّ الْعَمَلَ إِذَا كَانَ خَالِصًا وَلَمْ يَكُنْ صَوَابًا لَمْ يُقْبَلْ ، وَإِذَا كَانَ صَوَابًا وَلَمْ يَكُنْ خَالِصًا لَمْ يُقْبَلْ ، حَتَّى يَكُوْنُ خَالِصًا صَوَابًا ، صَوَابًا خَالِصًا . أَمَّا الْخَالِصُ أَنْ يَكُوْنَ للهِ ، وَأَمَّا الصَّوَابُ أَنْ يَكُوْنَ عَلَى سُنَّة .

“Sesungguhnya amal itu apabila ikhlas tetapi tidak benar, maka tidak diterima. Dan sesungguhnya apabila amal itu benar tetapi tidak ikhlas, maka tidak diterima, sehingga amal itu ikhlas dan benar atau benar dan ikhlas. Adapun yang disebut ikhlas ialah amal yang dikerjakan karena Allah, dan yang benar itu adalah mengikuti Sunnah Rasulullah SAW.

Amal shalih dinamakan juga “عبادة” (ibadah) yaitu khudhu’ (tunduk) hati hanya kepada Allah dengan mengharapkan balasan pahala hanya dari Allah melalui perhitungan Allah yang Maha Adil. Amalan seseorang itu apabila dilihat dari sudut baiknya yang diterima Allah dan memberi manfaat kepada hamba-Nya maka dinamakan “عمل صالح” (amal shalih) dan apabila dilihat dari sudut tunduk hati hanya kepada Allah semata-mata maka dinamakan “عبادة” (ibadah).

    Akhlak Mulia

        Walaupun akhlak mulia adalah bagian dari amal shalih akan tetapi ia mempunyai kedudukan sendiri dan memiliki nilai khusus dalam perhitungan Islam. Karena akhlak yang mulia merupakan buah keimanan juga merupakan pondasi “حَيَاةً طَيِّبَةً” (hidup yang baik).

Sabda Rasulullah SAW:

إنَّ أ َكْمَلَ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا .

“Sesungguhnya sesempurna iman dari kalangan orang-orang mukmin ialah orang yang paling baik akhlaknya.“ (Shahih: HR. Al-Bazzar/35, Abu Ya’la (1031) (Silsilah Ahadits Ash-Shahihah lil Albani no.1590)

 

    زوجة طيبة Pasangan Hidup yang Baik

Apabila seseorang itu benar-benar membawa dasar “حَيَاةً طَيِّبَةً” yang berasaskan {كلمة طيبة} dengan anjuran Nur Al-Qur’an dan bekalan makanan yang halal serta amal shalih juga berakhlak mulia, maka orang itu dinamakan “اَلطَّيِّبُوْنَ” dan “اَلطَّيِّبَاتُ” yaitu laki-laki yang baik dan perempuan-perempuan yang baik. Diantara kedua “اَلطَّيِّبُوْنَ” dan “اَلطَّيِّبَاتُ” sering dijodohkan Allah layaknya pasangan suami istri.

Firman Allah Ta’ala:

“Dan perempuan-perempuan yang baik adalah untuk lelaki-lelaki yang baik, manakala lelaki-lelaki yang baik pula adalah untuk perempuan-perempuan yang baik juga.” (An-Nuur, 24: 26)

Itulah penafsiran Abdurrahman bin Zaid bin Aslam pada ayat ini. Wallahu ‘alam (Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, 3/306)

    ذُرِّيِّةً طَيِّبَةً (Keturunan Yang Baik)

Bersama-samanya pasangan diantara “اَلطَّيِّبُوْنَ” dengan “اَلطَّيِّبَاتُ” akan lahirlah ذُرِّيِّةً طَيِّبَةً (keturunan yang baik) apalagi mereka selalu berdo’a dengan do’a:

“Ya Rabb! Karuniakanlah kepadaku dari sisi-Mu akan keturunan yang baik. Sesungguhnya engkau senantiasa mendengar serta menerima permohonan do’a.” (Ali Imran, 3: 38)

“Ya Rabb! Ilhamkanlah daku supaya tetap bersyukur akan nikmat-Mu yang Engkau karuniakan kepadaku dan kepada ibu-bapaku. Dan supaya aku tetap mengerjakan amal shalih yang Engkau ridhai dan jadikanlah untuku kebaikan dengan memberi kebaikan kepada anak cucuku, sesungguhnya aku telah bertaubat kepada-Mu dan sesungguhnya aku adalah dari jumlah orang-orang muslimin. (Al-Ahqaf, 46: 15)

    بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ (Negeri yang baik)

َبلْدَةٌ طَيِّبَةٌ ialah Negeri yang subur makmur penuh dengan segala macam nikmat: tanaman yang subur, udara yang nyaman, dan suasana yang sehat.

Firman Allah Ta’ala:

“Demi sesungguhnya bagi penduduk negeri Saba’ satu tanda (yang membuktikan kekuasaan dan kemurahan Allah) yang ada pada tempat-tempat kediaman mereka, yaitu dua baris kebun-kebun (yang luas lagi subur) yang terletak di sebelah kanan dan sebelah kiri (tempat mereka. Lalu dikatakan kepada mereka): “makanlah dari rezeki pemberian Tuhanmu dan bersyukurlah kepadanya, (negerimu adalah) negeri yang baik (makmur) dan (Tuhanmu adalah) Tuhan yang amat pengampun! Tetapi mereka berpaling ingkar (mereka berpaling dari bertauhid kepada Allah), maka kami hantarkan kepada mereka banjir yang membinasakan. Dan kami tukarkan dua kebun mereka yang subur itu dengan dua kebun tandus yang hanya ditumbuhkan pohon-pohon khomtin (sebagian dari pokok kayu arak yang pahit rasanya), Atsal (pokok yang tinggi yang mamfaat dari kayunya saja) dan sedikit dari pohon bidara (pohon bidara yang banyak duri-duri dan sedikit buahnya) (lisan Al-’Arab dan Mu’jam Al-Wasith).” (Saba’, 34: 15-17)

    النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ (Jiwa yang Baik)

Orang yang dikaruniakan Allah “حَيَاةً طَيِّبَةً”. Maka jiwanya juga thayyibah yang dinamakan النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ Hal ini dapat dirasakan oleh ruh yang ada di dalam badan.

Sabda Rasulullah SAW:

إِنَّ الْمَيِّتَ تَحْضُرُهُ الْمَلائِكَةُ فَإِذَا كَانَ الرَّجُلُ الصَّالِحُ قَالُوا اخْرُجِي أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ كَانَتْ فِي الْجَسَدِ الطَّيِّبِ اخْرُجِي حَمِيدَةً وَأَبْشِرِي بِرَوْحٍ وَرَيْحَانٍ وَرَبٍّ غَيْرِ غَضْبَانَ قَالَ فَلاَ يَزَالُ يُقَالُ ذَلِكَ حَتَّى تَخْرُجَ ثُمَّ يُعْرَجَ بِهَا إِلَى السَّمَاءِ فَيُسْتَفْتَحُ لَهَا فَيُقَالُ مَنْ هَذَا فَيُقَالُ فُلاَنٌ فَيَقُولُونَ مَرْحَبًا بِالنَّفْسِ الطَّيِّبَةِ كَانَتْ فِي الْجَسَدِ الطَّيِّبِ ادْخُلِي حَمِيدَةً وَأَبْشِرِي بِرَوْحٍ وَرَيْحَانٍ وَرَبٍّ غَيْرِ غَضْبَانَ قَالَ فَلاَ يَزَالُ يُقَالُ لَهَا حَتَّى يُنْتَهَى بِهَا إِلَى السَّمَاءِ الَّتِي فِيهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ

“Orang yang akan meninggal dihadiri oleh para Malaikat. Jika ia adalah seorang yang shalih, maka para Malaikat itu berkata: ‘Keluarlah wahai jiwa yang baik dari tubuh yang baik’. Keluarlah dalam keadaan terpuji dan bergembiralah dengan rouh dan rayhaan dan Tuhan yang tidak murka. Terus menerus dikatakan hal itu sampai keluarlah jiwa (ruh) tersebut. Kemudian diangkat naik ke langit, maka dibukakan untuknya dan ditanya: Siapa ini? Para Malaikat (pembawa) tersebut menyatakan: Fulaan. Maka dikatakan: Selamat datang jiwa yang baik (النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ) yang dulunya berada di tubuh yang baik (الجسد الطيب). Masuklah dalam keadaan terpuji, dan bergembiralah dengan Rauh dan Rayhaan dan Tuhan yang tida murka. Terus menerus diucapkan yang demikian sampai berakhir di langit yang di atasnya Allah Azza Wa Jalla” (diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Musnad. No. 8414, dan Ibnu Majah, Al-Bushiri menyatakan dalam Zawaaid Ibnu Majah: Sanadnya shahih dan perawi-perawinya terpercaya, dan dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani).

    مَسَاِكنَ طَيِّبَةً (Tempat tinggal yang Baik)

Lanjutan seterusnya kepada “حَيَاةً طَيِّبَةً” ialah sebutan para malaikat di pintu surga terhadap para mukmin yang diiringi masuk surga: سَلاَمٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُم menuju مَسَاِكنَ طَيِّبَةً

“Dan orang-orang yang bertaqwa kepada Tuhannya dibawa ke dalam surga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu! maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya.” (Az-Zumar, 39: 73)

Surga adalah tempat tinggal terakhir bagi “حَيَاةً طَيِّبَةً”.

Firman Allah Ta’ala:

“Wahai orang-orang yang beriman, maukah Aku tunjukkan kepada kalian perdagangan yang menyelamatkan kalian dari adzab yang pedih di akhirat? Perdagangan itu adalah kalian beriman kepada Allah, beriman ke­pada Rasul-Nya dan kalian berjihad untuk membela Islam dengan harta kalian dan jiwa kalian. Keimanan dan jihad itu adalah lebih baik bagi kalian, jika kalian benar-benar menyadari beratnya adzab akhirat. Allah akan mengampuni semua dosa kalian. Allah memasukkan kalian ke dalam surga-surga. Surga-surga itu di bawahnya mengalir sungai-sungai. Allah memasuk­kan kalian ke tempat tinggal yang indah dalam surga ‘Adn. Itu semua adalah kemenangan yang besar.” (Ash-Shaaf, 61: 10-12)

Firman Allah Ta’ala:

“Allah menjanjikan kepada kaum mukmin laki-laki dan perempuan pahala surga, yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya, dan di tempat-tempat yang indah di surga ‘Adn. Keridhaan Allah adalah lebih besar faedahnya bagi kaum mukmin; itulah keberuntungan yang besar bagi kaum mukmin.” (At-Taubah, 9: 72)

Itulah kesudahan yang baik. Perjalanan “حَيَاةً طَيِّبَةً” atau disebutkan dengan “رِحْلَةُ الْوُجُوْدِوَالْخُلُوْدِ” perjalanan ruh yang bahagia yang bersifat kekal abadi.

الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …

Kesimpulan dan seruan

Marilah kita sama-sama memahami dengan sebenar-benarnya hakekat “حَيَاةً طَيِّبَةً” baik dari segi pokok dan cabangnya maupun dari segi tuntunan dan prakteknya yang sangat mulia yang hanya berputar di dalam lingkungan keridhaan Allah yang cukup baik.

    Dari akar tunjang: كلمة طيبة “لاأله إلا الله”
    Yang dipancarkan oleh: Nur Al-Qur’an dan Hadyu Al-Musthafa n.
    Melalui proses: Makanan yang Halal dan Thayyib.
    Menghasilkan: Usaha-usaha yang Halal dan Thayyib.
    Dengan melazimi (komitmen): Amal Shalih dan Akhlak Karimah.
    Memilih pasangan Layaknya: Ath-Thayyibin dan Ath-Thoyyibat.
    Yang diiringi dengan: Dzurriyah Thoyyibah (Keturunan yang Baik)
    Di dalam dunia yang dipenuhi nikmat Allah dan segala Thayyibat:  بلْدَةٌ طَيِّبَة
    Dengan penyudahan sebutan malaikat:أخرجي أيتها النفس الطيبة
    Mendapat tempat-tempat yang baik di surga: مساكن طيبة في جتات عدن
    Itulah kemenangan yang besar : ذلك هو الفوز العظيم

Jangan sekali-kali kita terpengaruh dengan sistem hidup yang jahat dan celaka sekalipun perkara itulah yang sering diutamakan oleh kebanyakan penghuni dunia.

Dengarlah firman Allah:

“Janganlah kalian tukar (harta anak yatim) yang baik dengan harta kalian yang buruk…” (An-Nisaa,4: 2)

Dan firman Allah Ta’ala:

“Wahai Muhammad, katakanlah: “Hal-hal yang Allah halalkan bagi kalian tidak sama dengan hal-hal yang Allah haramkan bagi kalian, sekalipun hal-hal yang haram sangat menarik hati kalian. Wahai orang-orang yang berakal sehat, taatlah kalian kepada Allah, supaya kalian hidup beruntung.” (Al-Maidah, 5: 100)

Jangan kita terpengaruh dengan cara hidup orang-orang kafir yang sombong takabur serta melupakan Allah. Yang nanti pada hari akhirat kelak mereka ditimpakan adzab Allah yang dibangkitkan dengan nikmat-nikmat-Nya yang baik di dunia.

Firman Allah Ta’ala:

“Ingatlah saat neraka diperlihatkan kepada orang-orang kafir. Para malaikat berkata kepada orang-orang kafir: “Kalian telah menghabiskan semua kenikmatan kalian dalam kehidupan dunia. Kalian dahulu telah menikmatinya untuk sementara waktu. Pada hari ini kalian akan diberi balasan dengan adzab yang penuh kehinaan, karena kalian dahulu telah bersikap congkak kepada orang mukmin di muka bumi tanpa alasan yang benar. Di dunia dahulu kalian telah melakukan tindakan-tindakan durhaka kepada Allah.” (Al-Ahqaf, 46: 20)

Sahutlah seruan Allah:

“Wahai kaum mukmin, taatilah perintah Allah dan Rasul-Nya ketika Rasul Allah mengajak kalian kepada agama yang menghidupkan jiwa kalian. Ketahuilah bahwa Allah meng­awasi gejolak hati seseorang. Pada hari kiamat kelak, kalian akan dikem­balikan dan dikumpulkan di hadapan-Nya.” (Al-Anfaal, 8: 24)

Sekian mudah-mudahan kita semuanya dianugerahi Allah “حَيَاةً طَيِّبَةً” dalam segala kenyataan di dunia menuju “مساكن طيبة” di surga ‘Adn di akhirat kelak. Itulah kemenangan dan keberuntungan yang sebenar-benarnya. (ذلك هو الفوز العظيم)

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَأُفَوِّضُ أَمْرِي إِلَى اللهِ إِنَّ اللهَ بَصِيْرٌ بِالْعِبَادِ.

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

اللهمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا تَحُوْلُ بِهِ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ ، وَمِنَ الْيَقيْنِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا . اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا ، وَأَبْصَارِنَا ، وَقُوَّاتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا ، وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا ، وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا ، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا ، وَلاَ تَجْعَلْ مَصِيْبَتَنَا فِيْ دِيْنِنَا ، وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا ، وَمَبْلَغَ عِلْمِنَا ، وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا .

اَللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا ، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا ، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلاَمِ وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ ، وَبَارِكْ لَنَا لَّهفِيْ أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُلُوْبِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا ، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ . وَصَلَّى اللهُ عَلَىْ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ ، وَالْحَمْدُ للهِ رَبَّ الْعَالَمِيْنَ .

 سُبْحَانَ رَبِّ اْلعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى اْلمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ .

Ya Allah, ya Tuhan kami, bagi-bagikanlah kepada kami demi takut kepada-Mu apa yang kiranya dapat menghalang antara kami dan maksiat kepada-Mu; dan (bagi-bagikan juga kepada kami) demi ta’at kepada-Mu apa yang sekiranya dapat menyampaikan kami ke surga-Mu; dan (bagi-bagikan juga kepada kami) demi ta’at kepada-Mu; dan demi suatu keyakinan yang kiranya dapat meringankan beban musibah dunia kami.

Ya Allah, ya Tuhan kami! Senangkanlah pendengaran-pendengaran kami, penglihatan-penglihatan kami dan kekuatan kami pada apa yang Engkau telah menghidupkan kami, dan jadikanlah ia sebagai warisan dari kami, dan jadikanlah pembelaan kami (memukul) orang-orang yang menzhalimi kami serta bantulah kami untuk menghadapi orang-orang yang memusuhi kami; dan jangan kiranya Engkau menjadikan musibah kami ini mengenai agama kami, jangan pula Engkau jadikan dunia ini sebagai cita-cita kami yang paling besar, juga sebagai tujuan akhir dari ilmu pengetahuan kami; dan janganlah Engkau kuasakan atas kami orang-orang yang tidak menaruh sayang kepada kami.

Ya Allah, persatukanlah hati-hati kami dan perbaikilah keadaan kami dan tunjukilah kami jalan-jalan keselamatan, dan entaskanlah kami dari kejahatan yang tampak maupun tersembunyi, dan berkatilah pendengaran-pendengaran kami, penglihatan-penglihatan kami, hati-hati kami, istri-istri serta anak-anak kami dan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

wallahu a’lam bish sowab…

Wasslamu’alaikum Warahmatullah Wabarahkatuh… http://play.google.com/store/apps/details?id=com.muslimmedia.Khutbah1