Kamis, 13 April 2023

Jak Lingko

"Alhamdulillaah bisa gratis, bisa "save" banyak kalau begini, biasanya pakai ojek online bayar 70rebu, coba tahu dari dulu, bisa 'nyelengin' banyak nih," begitu ungkapan teman kantorku.

Waktu saya masih SD, di wilayah Pesanggrahan, KODAM V Jaya, dulu namanya begitu, saat jalanan masih berbentuk tanah kering karena waktu itu jarang hujan karena kemarau yang cukup bisa dibilang panjang, ada kendaraan bis yang lewat tempat kami berbentuk seperti cetakan roti tawar jaman dulu yang bukan berbentuk kotak, kira-kira seperti ini gambar ini tapi depannya ada moncongnya.

Nah tapi warnanya hijau biasa seperti rumput.
Bentuknya kira-kira seperti ini.
Nah, kalau lewat ngebul dah tuh jalanan dan nunggu lewatnya lama, "musim lebaran" biasanya kami 'bareng-bareng' dengan kakek nenek saudara-saudaraku mau silaturahmi ke kakek kami di daerah Cawang, yang biasa kami sebut Abah Basar. 

Kami masuk ke bis itu dari sepi hingga penuh, dulu tidak ada ase "AC" kita mengandalkan jendela bis sehingga agak 'adem.'
Yang kasihan ibu saya bila harus berangkat kerja, dari masih menunggu di depan Blok R atau di KODAM, hingga harus jalan ke Pasar Bintaro karena agar dapat duduk di bis sekitaran tahun 90-an, begitulah perjuangan orang tua kami waktu itu terbayang bis yang penuh sesak tanpa AC mesti dinaiki oleh ibu saya ditambah jalanannya macet, waduh bisa dipastikan peluh keringat akan mengucur deras walaupun hari masih pagi.
Beginilah kami bergelantungan saat naik metro mini. 
Saya rasa dulu pengusaha bis bisa menangguk untung yang banyak, istilah kita mah, 'nyayur mulu dah,' karena solusinya belum atau tidak diperhatikan oleh pemimpin daerah, entahlah...

Kini, transportasi sudah diperhatikan dengan baik, walau butuh waktu lama para penduduk, mau naik angkutan umum lagi, karena ada rasa trauma yang dulu pernah kami, rasakan, mulai dari penuh, sesak, keringat, macet, copet, pengamen, bergelantungan, bahkan "tawuran antar pelajar," stigma tersebut masih menempel di bawah sadar kami generasi baby boomers atau generasi tahun 90-an.

Transportasi kini sudah lebih baik dan murah, contohnya bis TiJe atau TransJakarta,
bis ini sudah menggunakan AC, penumpang naik dari halte, haltenya dijaga oleh petugas keamanan dari TiJe sendiri yang melarang pengamen masuk bis, armada bis banyak sehingga menunggunya relatif singkat, hingga dibuatkan jalan layang

 di wilayah Budi Luhur, Ciledug hingga Tendean yang memungkinkan solusi dari kendala macet yang biasanya terdapat pada jalur tersebut.

Bahkan, angkot kecil seperti Jak Lingko biayanya nol rupiah, cukup dengan men-tap kartunya tanpa potongan sama sekali.



Kita bisa masuk menggunakan kartu elektronik yang biasanya dipakai untuk bayar tol atau bayar lainnya, sehingga tidak ada interaksi pengembalian uang.

Nah, kita selalu mengingat-ingat saat dulu naik metro mini yang macet dibandingkan dengan kondisi sekarang, sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, atas semua karunia yang sekarang kami nikmati, seperti kutipan surat Ar-Rahman yang selalu disebut berulang-ulang, yakni," Nikmat Tuhan mana lagi yang engkau dustakan," seperti bentuk kekesalan Tuhan atas manusia yang selalu atau sering mengeluh karena kurang bersyukur.